Ibnu Sina adalah seorang pakar
kedokteran terkenal dan mendunia. Dia dikenal dengan bapak kedokteran
modern, atas berkat usahanya yang merubah dan memunculkan wawasan dan
warna baru di dunia kedoteran. Namun, selain beliau berkecimpung di
bidang kedokteran, ternyata beliau juga lihai dalam bidang filsafat.
Subhanallah
Syeikhur Rais,
Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan
Ibnu Sina atau
Avicenna
lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah kota Asyfahnah desa Khormeisan
dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan
meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran). Sejak masa
kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Syi'ah
Ismailiyah dan sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang
disampaikan oleh ayahnya.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar.
Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia
dianggap oleh banyak orang sebagai
"bapak kedokteran modern." George Sarton menyebut Ibnu Sina
"ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah
The Book of Healing dan
The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai
Qanun (
judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas
keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan
meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran.
Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang
memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit
memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.
Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani
yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan
demikian;
“Semua buku yang aku inginkan ada di
situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak
pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan
tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca
kitab- kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku
menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang
ilmu.”
Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.
Latar Belakangnya
Ibnu Sina
merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter dan penulis aktif yang lahir
di jaman keemasan Peradaban Islam. Pada jaman tersebut ilmuwan-ilmuwan
muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia
dan India. Teks Yunani dari jaman Plato, sesudahnya hingga jaman
Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih
maju oleh para ilmuwan Islam. Pengembangan ini terutama dilakukan oleh
perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan di
masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar,Trigonometri, dan ilmu
pengobatan. Pada jaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah
Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi
suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di jaman
Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu
pengetahun dunia Islam.
Ilmu-ilmu lain seperti studi tentang Al-Quran dan Hadist berkembang
dengan perkembangan dengan suasana perkembangan ilmiah. Ilmu lainya
seperti ilmu filsafat, Ilmu Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan
pesat. Pada masa itu
Al-Razi dan
Al-Farabi menyumbangkan
ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengobatan dan filsafat. Pada masa
itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar di perpustakaan besar di
wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan.
Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki banyak koleksi buku,
pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan muslim seperti Abu Raihan
Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr Mansur
seorang matematikawan terkenal, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan
dan ilmuwan terkenal lainya.
Karir Ibnu Sina
Mengawali karirnya yang pertama Ibnu Sina mengikuti kiprah orang tuanya,
yaitu membantu tugas-tugas amir Nuh bin Mansur. Ia misalnya diminta
menyusun kumpulan pemikiran filsafat oleh Abu al-Husain al-Arudi. Untuk
ini ia menyusun buku al-Majmu’. Setelah itu ia menulis buku al-Hashil wa
al-Mashul dan al-Birr wa al-Ism atas permintaan Abu Bakar al-Barqy
al-Hawarizmy.
Setelah usianya memasuki dua puluh dua tahun, ayahnya meninggal dunia,
dan kemudian terjadi kemelut politik di tubuh pemerintahan Nuh bin
Mansur. Kedua orang putera kerajaan, yaitu Mansur dan Abd Malik saling
berebut kekuasaan, yang dimenangkan oleh Abd Malik. Selanjutnya dalam
pemerintahan yang belum stabil itu terjadi serbuam yang dilakukan oleh
kesultanan Mahmud al-Ghaznawi, sehingga seluruh wilayah kerajaan Samani
yang berpusat di Bukhara jatuh ke tangan Mahmud al-Ghaznawi tersebut.
Dalam keadaan situasi politik yang bagitu ricuh, Ibnu Sina memutuskan
untuk meninggalkan daerah asalnya. Ia pergi ke Karkang yang termasuk
ibukota al-Khawarizm, dan di daerah tersebut Ibnu Sina mendapat
penghormatan dan perlakuan yang baik. Di kota ini pula Ibnu Sina banyak
berkenalan dengan sejumlah pakar para ilmuwan seperti, Abu al-Khir
al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa bin Yahya al-Masity al-Jurjani, Abu Rayhan
al-Biruni dan Abu Nash al-Iraqi. Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan
perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan, Jajarin dan terus ke Jurjan.
Setelah kota yang ia singgahi terakhir ini juga kurang aman, Ibnu Sina
memutuskan pindah ke Rayi dan bekerja pada As-Sayyidah dan puteranya
Madjid al-Daulah yang pada waktu itu terserang penyakit, dan membantu
menyembuhkannya.
Pendidikan Ibnu Sina
Pendidikan
Ibnu Sina di mulai pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara.
Pengetahuan yang pertama kali yang Ibnu Sina pelajari adalah membaca
al-Qur’an, setelah itu pendidikan Ibnu sina dilanjutkan dengan
mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan
lain sebagainya. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Ibnu Sina berhasil
menghafal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama
tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun.
Dalam bidang Pendidikan lain, ibnu sina juga mempelajari beberapa
disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika, kedokteran,
Astronomi, Hukum, dan sebagainya.Dengan kecerdasan yang beliau miliki,
beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang-cabangnya, kesungguhan
yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya,
namun pada saat ibnu sina menyelami ilmu metafisika nya Arisstoteles,
beliau mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang membacanya
bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami
isinya. setelah ibnu sina membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya,
barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara
tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam
otobiografinya disebutkan mengenai utang budinya kepada Al-Farabi.
Pada usia 16 tahun ibnu sina mulai dikenal sebagai ahli pengobatan, dan
sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan
pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang
diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, dalam
bidang pendidikan ibnu sina juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya
dengan membaca serta membahas buku-buku yang beliau anggap penting di
perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana,
di sinilah ibnu sina melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga
semua ilmu pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik. dalam sejarah,
pendidikan ibnu sina tidak diragukan lagi, dari kesungguhan dan
keseriusan beliau, secara tidak langsung telah memberikan sumbangsih
besar bagi kita umat islam seluruh dunia. dari ketekunan dan kesungguhan
ibnu sina, kita dalam belajar bagaimana sejarah perjalanan pendidikan
ibnu sina yang penuh perjuangan dan kerja keras.
Karya-Karya Ibnu Sina
Dalam
sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ilmuwan
yang sangat produktif dalam menghasilkan berbagai karya buku. Buku-buku
karangannya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan,
diantarannya ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika,
politik dan sastra arab. Adapun karya-karyanya sebagai berikut :
- Kitab Qanun fi al-Thib, yang merupakan karya ibnu sina dalam
bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan
dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima abad. Buku ini
merupakan iktisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur.
- Kitab As-Syifa, yang merupakan karya ibnu sina juga dalam
bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan tentang uraian filsafat
dengan segala aspeknya
- Kitab An-Najah, yang merupakan kitab yang berisikan ringkasan
dari kitab As-Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para
pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu hikmah, selain itu buku
ini juga secara lengkap membahas tentang pemikiranIbnu Sina tentang
ilmu Jiwa.
- Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, yang merupakan karyanya
dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan masih
tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul, penerbitannya pertama
kali dilakukan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan terjemahannya
dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat hingga sekarang.
- Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian tentang logika dan hikmah.
- Kitab Lisan al-Arab, kitab ini merupakan hasil karyanya dalam
bidang sastra Arab. Kitab ini berjumlah mencapai sepuluh jilid. Menurut
suatu informasi menjelaskan bahwa buku ini Ibnu Sina susun sebagai
jawaban terhadap tantangan dari seorang pujangga sastra bernama Abu
Mansur al-Jubba’I di hadapan Amir ‘Ala ad-Daulah di Ishfahan.
|
Kitab Qanun |
|
Lembaran dari kitab Qanun |
Selain kitab-kitab tersebut masih banyak karya dari ibnu sina yang
berjumlah cukup besar, namun untuk mengetahui berapa jumlah buku
karya-karya ibnu sina tersebut secara pasti sangatlah sulit, mengingat
perbedaan tentang sedikit banyaknya data yang digunakan. Namun untuk
menjawab hal ini, setidaknya ada dua pendapat.
Pertama, dari penyelidikan yang dilakukan oleh Father dari
Domician di Kairo terhadap karya-karya Ibnu Sina, ia mencatat sebanyak
276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah.
Kedua, Phillip K.Hitti dengan menggunakan daftar yang dibuat
al-Qifti mengatakan bahwa karya-karya Ibnu Sina sekitar 99 (sembilan
puluh sembilan) buah
(Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 65)
Kontribusi Ibnu Sina
kontribusi yang ditorehkan dari hasil karya-karya ibnu sina atau
avicenna telah menghantarkan kepada manusia akan pengetahuan mereka
dalam bidang kedokteran.Ibnu sina tidak saja memberikan kontribusi dalam
bidang kedokteran, akan tetapi dalam bidang-bidang lainnya. Dalam ilmu
kedokteran,
kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad
menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas
kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam
penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad
ke-12 masehi, kitab
Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan
metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah
menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas
Eropa.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul
De Conglutineation Lagibum.
Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama
gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina
mengatakan,
“Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab.
Pertamamenggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran
goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk
mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan
melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan
bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup
sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab
munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -
sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan-
dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang
baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna.
Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan
Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya
mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau
membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau
menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah
atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi,
filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang
penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham
filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai
penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika
Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang
dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Dibidang
filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya,
bahkan sebelum dan sesudahnya, dan dia pun dikenal sebagai penyair,
sehingga Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan
kimia, ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku
– buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Ibnu Sina juga dikenal produktif dalam berkarya. Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah
As-Shifa, An-Najat dan
Al-Isyarat wat-Tanbihat.
An-Najat adalah resum dari kitab
As-Shifa.
Al-Isyarat wat-Tanbihat, dikarangkannya kemudian, untuk
ilmu tasawuf. Selain dari itu, karyanya yang paling masyhur adalah
Al-Qanun (di barat terkenal dengan sebutan
Canon of Medicine)
yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini.
Selain itu, masih banyak lagi karangan-karangan lain di bidang filsafat,
etika, logika, dan psikologi.
Filsafat Ibnu Sina
Ibnu Sina sangat mengutamakan logika, justru fikiran adalah satu jalan
pengetahuan yang diberikan dengan satu aturan tertentu kepada suatu yang
tidak diketahui. Jalan fikirannya bertolak dari konsepsi makhluk dan
mengembangkan dengan argumentasi ontologia.
Menurut dia, ada tiga macam sesuatu yang ada. Pertama, pentingnya dalam
diri sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain
dirinya sendiri (yakni Tuhan). Kedua, berkehendak kepada yang lain,
yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya. Ketiga, makhluk
mungkin, yaitu bisa ada dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh
kepada kejadiannya (benda-benda yang tak berakal seperti pohon-pohon,
batu, dan sebagainya).
Secara garis besar Ibnu Sina membagi menjadi dua segi yaitu:
Segi fisika, yang membicarakan tentang macam – macam jiwa (jiwa
tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan
daya – daya: Makan (nutrition), Tumbuh (growth), Berkembang biak
(reproduction).
Jiwa binatang dengan daya-daya: Gerak (locomotion), Menangkap
(perception) dengan dua bagian: Menagkap dari luar dengan panca indera
dan Menangkap dari dalam dengan indera – indera dalam:
- Indera bersama, yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera.
- Representasi, yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama.
- Imajinasi, yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi.
- Estimasi, yang dapat menangkap hal – hal abstraks yang terlepas dari
materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
- Rekoleksi yang menyimpan hal – hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
Jiwa manusia dengan daya-daya:
- Praktis, yang hubungannya dengan badan.
- Teoritis, yang hubungannya adalah dengan hal-hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan:
- Akal materil, yang semata – mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih sedikitpun.
- Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal – hal abstrak.
- Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal – hal abstrak.
- Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal – hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.
Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai
kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi,
dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar
akal. Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai
kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh
sebab itu wujud lebih penting dari essensi.
Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :
- Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini
disebut oleh Ibnu Sina mumtani’ yaitu sesuatu yang mustahil berwujud.
Sebagai contoh adanya kosmos lain disamping kosmos yang ada.
- Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai
wujud. Yang serupa ini disebut mumkin yaitu sesuatu yang mungkin
berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini
yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur
menjadi tidak ada.
- Essensi yang mesti mempunyai wujud. Disini essensi tidak bisa
dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu. Di sini
essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, tetapi
essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama – lamanya. Yang serupa
ini disebut mesti berwujud yaitu Tuhan. Dan wajib al wujud inilah yang
mewujudkan mumkin al wujud.
Filsafat Ketuhanan Ibnu Sina
Ibnu Sina merupakan murid al Farabi, jadi tidak mengherankan apabila
banyak pemikiran yang memiliki kesamaan antara pemikiran Ibnu Sina
dengan al Farabi. Dalam teori ketuhanan, keduanya membedakan wujud dari
esensi dan menetapkan bahwa wujud sesuatu bukan merupakan bagian dari
esensinya.
Kita bisa membayangkannya tanpa bias mengetahui ia ada atau tidak.
Sebab, wujud merupakan salah satu aksidensia bagi substansi bukan
sebagai unsur pengadanya. Prinsip demikian berlaku bagi Yang Maha Esa
SWT, yang wujudnya tidak berpisah dari substansinya.
Berdasarkan jalan pikiran semacam ini, al Farabi dan Ibnu Sina
menyimpulkan bahwa kita tidak membutuhkan pembuktian yang panjang untuk
menetapkan eksistensi Allah. Kita cukup mengetahui zat-Nya sekaligus.
Bukti ontologis ini lebih bersifat metafisis dibandingkan fisis.
Hamzah Ya’kub menambahkan bahwa Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab
yang efficient dari alam. Dengan kata lain, Ibnu Sina memandang hubungan
sebab akibat dan betapakah sebab itu, datang pula Tuhan sebagai sebab.
Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang
ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.
Kesimpulan
- Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir di banyak bidang seperti
kedokteran, politik, kesenian, dan filsafat. Ia juga seorang yang
produktif menelurkan karya. Salah satu karyanya adalah as-Syifa’ yang
memuat tentang filsafat.
- Jalan fikiran ibnu Sina bertolak dari konsepsi makhluk dan
mengembangkan dengan argumentasi ontologia. Secara garis besar, ia
membagi sesuatu yang ada atas dua sisi. Yaitu Fisika dan Metafisika.
- Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam.
Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang
ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.
Konsep dan Metode Pendidikan dan Pengajaran Ibnu Sina
Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan istilah manhaj, yang
berarti jalan terang yang harus ditempuh oleh pendidik bersam anak
didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
Selain itu kurikulum juga dipandang sebagai suatu program yang
direncakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selanjutnya dalam pembahasan ini, akan dikemukakan beberapa pandangan
Ibnu Sina tentang kurikulum tersebut, yang ia membagi kurikulum tersebut
kepada tinggakatan usia, sebagai berikut :
a. Usia 3 sampai 5 Tahun
Menurut Ibnu Sina, diusia ini perlu diberikan mata pelajaran olah raga,
budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Olahraga sebagai
pendidikan jasmani, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi
oleh pandangan psikologisnya . Menurutnya ketentuan dalam berolahraga
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta
bakat yang dimilikinya. Dengan cara demikian dapat diketahui dengan
pasti mana saja di antara anak didik yang perlu diberikan pendidikan
olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didik yang perlu
dilatih berolahraga lebih banyak lagi. Ia juga merinci olah raga mana
saja yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana
pula olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat, memerlukan peralatan
dan sebagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan
kebutuhan bagi kehidupan si anak.
Pelajaran olahraga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina
kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak serta berfungsinya organ tubuh
secara optimal. Hal ini penting mengingat jasad/tubuh adalah tempat bagi
jiwa yang harus dirawat agar tetap sehat dan kuat. Mata pelajaran olah
raga yang menginginkan kesehatan jasmani memang mendapat perhatian dari
Ibnu Sina, apalagi jika dihubungkan dengan keahliannnya di bidang ilmu
kesehatan/ kedokteran, tentu Ibnu Sina memahami begitu pentingnya
pelajaran oleh raga sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jasmani.
Pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki
kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pelajaran budi
pekerti ini sangat dibutuhkan dalam rangka membina kepribadian si anak
sehingga jiwanya menjadi suci, terhindar dari perbuatan-perbuatan buruk
yang dapat mengakibatkan jiwanya rusak dan sukar diperbaiki kelak di
usia dewasa. Dengan demikian, Ibnu Sina memandang pelajaran akhlak
sangat penting ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan akhlak
harus dimulai dari keluarga dengan keteladanan dan pembiasan secara
berkelanjutan sehingga terbentuk karakter atau kepribadian yang baik
bagi si anak.
Pendidikan kebersihan juga mendapat perhatian Ibnu Sina. Pendidikan ini
diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan yang juga
menjadi salah satu ajaran mulia dalam Islam. Ibnu Sina mengatakan,
bahwa pelajaran hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur,
ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur kembali. Dengan cara
demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan
hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang
sehat.
Pendidikan seni suara dan kesenian diperlukan agar si anak memiliki
ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya.
Jiwa seni perlu dimiliki sebagai salah satu upaya untuk memperhalus budi
yang pada gilirannya akan melahirkan akhlak yang suka keindahan
b. Usia 6 tahun sampai 14 tahun.
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu
Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur'an,
pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan pelajaran olahraga.
Pelajaran al-Qur'an adalah pelajaran pertama dan yang paling utama
diberikan kepada anak yang sudah mulai berfungsi rasionalitasnya.
Pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an menurut Ibnu Sina berguna di
samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan
ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari
agama Islam seperti pelajaran tafsir al-Qur'an, fiqih, tauhid, akhlak
dan pelajaran agama lain-nya yang sumber utamanya adalah al-Qur'an.
Selain itu pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an juga mendukung
keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai
al-Qur'an berarti ia telah menguasai ribuan kosa kata bahasa Arab atau
bahasa al-Qur'an.
Pelajaran keterampilan diperlukan untuk mempersiapkan anak mampu mencari
penghidupannya kelak. Dalam pendidikan modern pelajaran ini dikenal
dengan vokasional. Setelah kanak-kanak diajar membaca al-Qur'an,
menghafal dasar-dasar bahasa, barulah dilihat kepada pekerjaan yang akan
dikerjakannya dan ia dibimbing ke arah itu, setelah gurunya tahu bahwa
bukan semua pekerjaan yang diinginkannya bisa dibuatnya tetapi adalah
yang sesuai dengan tabiatnya. jika ia ingin menjadi jurutulis maka
haruslah ia diajar surat menyurat, pidato, diskusi, dan perdebatan dan
lain-lain lagi. Begitu juga ia perlu belajar berhitung dan mempelajari
tulisan indah. Kalau dikehendaki yang lain maka ia disalurkan ke situ.
Pelajaran sya'ir tetap dibutuhkan di usia ini sebagai lanjutan dari
pelajaran seni pada tingkat sebelumnya. Anak perlu menghafal
sya'ir-sya'ir yang mengandung nilai-nilai pendidikan akan sangat berguna
dalam menuntun perilakunya, di samping petunjuk al-Qur'an dan Sunnah.
Pelajaran ini dimulai dengan menceritakan syair-syair yangmenceritakan
anak-anak yang glamour, sebab lebih mudah dihafal dan mudah
menceritakannya serta bait-baitnya lebih pendek. Kemudian Ibnu Sina
menolak ungkapan "seni adalah untuk seni", ia berpendapat bahwa seni
dalam syair merupakan sarana pendidikan akhlak.
Pelajaran olah raga harus disesuaikan dengan tingkat usia ini. Dari
sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukkan ke dalam
kurikulum atau rancangan mata pelajaran pada usia ini adalah olahraga
adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan
satu kaki dan mengendarai unta. Tentu semua ini berdasarkan kebutuhan si
anak dan disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
c. Usia 14 tahun ke atas
Menurut Ibnu Sina kurikulum pada usia ini tidaklah sama seperti
kurikulum pada usia sebelumnya, pada usia ini ia membagi kurikulum
tersebut kepada mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Mata
pelajaran yang bersifat teoritis antara lain ilmu fisika dan matematika,
dan ilmu ketuhanan. Adapun mata pelajaran yang bersifat praktis adalah
ilmu akhlak yang mengkaji tentang tentang car-cara pengurusan tingakah
laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji
hubungan antara suami istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam
kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengakaji tentang
bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintahan, kota dengan kota,
bangsa dan bangsa.
Dari beberapa penjelasan tentang kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu
Sina,jelaslah bahwa ia sangat menekankan faktor psikologis dalam membagi
beberapa pelajaran yang harus diajarkan kepada anak didik, yang sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan usia anak didik tersebut.
Metode Pendidikan
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat
signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dan cara
dalam menstransfer ilmu pengetahuan (materi pelajaran) kepada peseta
didik dianggap lebih signifikan dibandingkan dengan materi itu sendiri.
Sebuah unggapan dalam bahasa Arab menyatakan bahwa
“ al-Thariqatu Ahammu min al-Maddah ”,
jika ungkapan ini diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maka maksudnya
adalah bahwa metode itu jauh lebih penting dibandingkan sebuah materi.
Hal ini mengindikasikan bahwa metode yang digunakan dalam penyampaian
pelajaran sangat berperan dalam keberhasilan mencapai tujuan pelajaran
tersebut.
Mengenai metode pendidikan, Ibnu Sina juga sangat menaruh perhatiannya
kepada metode-metode pendidikan tersebut. Metode yang ditawarkan Ibnu
Sina antara lain, metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan
teladan,diskusi, mangang, dan penugasan.
Metode talqin digunankan pada pembelajaran baca al-Quran. Dimulai dengan
cara memperdengarkan bacaan al-Quran keapda anak didik,
sebagian-sebagian, setelah anak didik disuruh untuk mengikutinya dan
melakukan hal tersebut secara terus-menerus hingga ia hafal. Metode
demonstrasi yang dimaksud adalah metode yang digunakan dalam pengajaran
menulis, dimana seorang guru memberikan contoh cara menulis sebuah
huruf, yang kemudian diikuti oleh para muridnya. Mengenai metode
pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah
termasuk salah satu metode pengajaran yang sangat efektif, khususnya
dalam pengajaran akhlak. Mengenai metode diskusi ini dapat digunakan
dalam pengajaran ilmu yang bersifat rasional dan teoritis. Selanjutnya
Metode mangang yang dimaksud adalah metode yang dapat digunakan dalam
pengajaran ilmu kedokteran, dimana setelah para peserta didik diajarkan
tentang berbagai teori di dalam kelas,maka para pesert didik tersebut
juga dituntut untuk melakukan mangang,yaitu mempraktekan semua ilmu yang
telah diketahui di rumah sakit maupu di balai kesehatan. Mengenai
metode penugasan yang dimaksud adalah guru memberikan penyajian
pembelajaran dengan memberikan tugas tertentu sehingga para peserta
didika melakukan kegiatan belajar.
Dari beberapa metode tersebut jelaslah bahwa penggunaan metode sangat
diperlukan dalam sebuah pembelajaran,terlebih metode yang digunakan
haruslah cocok dengan materi yang diajarkan, sehingga para peserta didik
menjadi lebih mudah dan menyenangkan dalam mengikuti proses
pembelajaran tersebut.
Konsep Guru
Guru merupakan juru kunci kesukesan dalam sebuah pembelajaran, sehingga
Ibnu Sina juga menaruh perhatiannya kepada kriteria yang harus dimilki
oleh guru. Mengenai hal ini ia menjelaskan bahwa guru yang baik adalah
guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak,
cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok
dan main-main dihadapan murid-muridnya,tidak bermuka masam,sopan
santun,bersih dan suci murni. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa seorang
guru sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi
pekertinya,cerdas,teliti,sabar,telaten dalam membimbing anak, adil,
hemat dalam penggunaan waktu, geamr bergaul dengan anak-anak,tidak
sombong dan berpenampilan rapi. Selain itu guru juga harus mendahulukan
kepentingan orang banyak dari pada kepentingan dirinya sendiri, menjauhi
sifat-sifat raja dan orang-orang yang berakhlak tercela, mengetahui
etika dalam majlis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan
bergaul.
Penjelasan ini menerangkan bahwa Ibnu Sina sangat menekankan bahwa guru
merupakan sosok yang baik dan memiliki kepribadian yang baik pula
.Disamping itu, guru juga dituntut untuk memiliki berbagai macam
kemampuan mengajar yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru,
sebagaimana kemampuan tersebut yang telah dijelaskan diatas, hal ini
juga mengindikasikan bahwa seorang guru seharusnya tidak hanya menjadi
guru bagi para muridnya, tetapi juga menjadi guru bagi kehidupan orang
lain sepanjang hidupnya.
Hukuman dalam Pendidikan
Ibnu Sina selain memberikan garis-garis besar tentang prinsip-prinsip
pendidikan akhlak, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, ia juga
mempunyai konsep tentang hukuman dalam pendidikan. Mengenai hal ini ia
menyebutkan bahwa suatu kewajiban pertama bagi seorang guru adalah
mendidikanka dengan sopan santun, membiasakannya dengan perbuatan yang
terpuji, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya.
Jika terpaksa harus mendidik dengan memberikan hukuman kepada peserta
didik, sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih dahulu, jangan
menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati,lalu diberi
motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan raut muka yang kusam,
atau dengan cara yang lain agar ia kembali kepada perbuatan baik.
Wafatnya Ibnu Sina
Ibnu Sina sina terserang penyakit Colic, dan karena keinginannya yang
kuat untuk sembuh, sehingga dikisahkan bahwa pada saat itu Ibnu Sina
pernah minta obat sampai delapan kali dalam sehari. Namun sekalipun
kondisinya yang memburuk karena penyakit yang ia derita, ia masih saja
tetap aktif menhadiri sidang-sidang majelis ilmu di Ishfaha. Kemudian
ketika al-Daulah bermaksdu akan pergi ke Hamadan, Ibnu Sina memaksakan
ikut dalam rombongan tersebut. Ditengah perjalanan ia kembali diserang
penyakit, dan dalam keadaan yang demikian itu ia berkata, segala tenaga
pengatur kekuatan tubuhku sudah lumpuh sama sekali, dan segala
pengobatan sudah tidak berguna lagi
[Taysir Syaikh al-Arld, h. 21].
Karena hal tersebut ia pun kemudian mandi dan bertobat kepada Allah,
menyedekahkan segala kekayaannya kepada kaum fakir, memaafkan setiap
orang yang pernah menyakitinya, membebaskan para budaknya, membaca
al-Quran sehingga khatam tiga hari sekali, sampi ia menghembuskan
nafasnya yanag terakhir. Sehingga Ibnu Sina pun wafat pada hari Jum’at
bulan Ramadhan apda tahun 428 H, bertepatan dengan tahun 1037 M, dan
dimakamkan di Hamadan [Abd al-Salam kafany, Kitab al-Zahaby li al-Mahrajah al-Alay li al-Dzikr Ibn Sina, ( Mesir : t.p.,1952), h. 162. ]